SABER, MAKASSAR | Koordinator Tim Hukum Koalisi Advokasi Masyarakat Lingkar Tambang PT Vale Indonesia, Ratna Kahali mengungkapkan bahwa pihaknya saat ini menunggu hasil gelar perkara khusus yang telah diselenggarakan Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (Ditreskrimum Polda Sulsel).
“Jadi hari Senin (18/4/2022) kemarin, berdasarkan permintaan kami (KAMAR LTVI), Ditreskrimum Polda Sulsel sudah menyelenggarakan gelar perkara khusus yang menghadirkan Kasatreskrim serta beberapa penyidik Polres Luwu Timur, menghadirkan korban sekaligus pelapor, perwakilan PT Truba sebagai pemilik bus, perwakilan PT Vale Indonesia dan juga melibatkan kami selaku penasihat hukum para tersangka,” ujar Ratna, Jumat (22/4/2022).
Lebih lanjut Ratna Kahali menjelaskan, dalam gelar perkara khusus tersebut pembahasan berfokus pada upaya restorative justice yang diajukan oleh kuasa hukum, mengingat adanya kesepakatan damai antara supir bus selaku korban sekaligus pelapor dengan para aktivis yang ditersangkakan dan permohonan pencabutan laporan yang ditujukan kepada Polres Luwu Timur.
“Dalam pertemuan tersebut korban sekaligus pelapor, saudara Suardi, menyampaikan terkait pencabutan laporan polisi atas ketiga tersangka dan mengaku telah berdamai.
Sedangkan alasan perdamaian adalah karena Suardi ini ternyata masih punya hubungan keluarga dengan salah seorang tersangka yakni Reynaldi alias Eka,” jelas Ratna Kahali.
Selaku koordinator tim hukum KAMAR LTVI dan kuasa hukum para aktivis yang ditersangkakan, Ratna Kahali berharap agar gelar perkara khusus yang telah diselenggarakan oleh Ditreskrimum Polda Sulsel itu dapat menghasilkan rekomendasi berupa penyelesaian perkara melalui restorative justice sesuai dengan apa yang sering disampaikan oleh Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.
“Apalagi kasus ini beririsan dengan hak konstitusional para tersangka dalam menyampaikan pendapat di muka umum dan beririsan pula dengan iklim demokrasi kita di Sulawesi Selatan.
Yang perlu menjadi bahan pertimbangan, selain adanya perdamaian dan pencabutan laporan, juga karena kasus ini tidak berdiri sendiri melainkan akibat dari provokasi security terhadap massa aksi 10 Maret dan bukan juga persoalan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan seperti pemerkosaan, terorisme dan sebagainya,” pungkas Ratna.
Sementara itu, Yani Maryani S sekalu penanggungjawab umum KAMAR LTVI menyampaikan bahwa organisasi-organisasi yang tergabung dalam koalisinya kembali melakukan konsolidasi untuk menyikapi hasil gelar perkara khusus yang diselenggarakan Ditreskrimum Polda Sulsel.
“Harapan kami dengan tim hukum tentunya sama, kami sejak awal meminta agar persoalan ini diselesaikan melalui keadilan restorative demi menjaga iklim demokrasi kita di Sulawesi Selatan.
Jangan sampai penangkapan dan penetapan tersangka terhadap aktivis di Luwu Timur menjadi preseden buruk bagi penanganan dan pengamanan aksi demonstrasi oleh pihak kepolisian,” ujar Yani, Jumat (22/4).
Yani menambahkan bahwa KAMAR LTVI berencana untuk menjadikan kasus ini salah satu isu yang akan diangkat dalam peringatan Hari Buruh Internasional, Mayday Tahun 2022, pada 1 Mei mendatang apabila pihak kepolisian, baik Polda Sulsel maupun Polres Luwu Timur tidak kunjung membebaskan para aktivis yang ditahan dan ditersangkakan.
“Jika situasi ini tidak disikapi oleh organisasi masyarakat sipil, maka kami khawatir ini akan menjadi kebiasaan dan terus berulang. Karena sejauh yang kami ketahui, situasi aksi 10 Maret lalu itu bukan sesuatu yang direncanakan, melainkan reaksi spontan dari massa aksi akibat adanya provokasi dari pihak keamanan sehingga massa aksi menjadi tidak terkendali,” ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan Kepolisian Resor Kabupaten Luwu Timur menangkap dan menersangkakan tiga orang aktivis masyarakat adat lingkar tambang PT Vale Indonesia pada saat dan setelah melakukan aksi demomstrasi di Pertigaan Enggano, Kecamatan Towuti, Kamis (10/4/2022) lalu.
Penangkapan dan penetapan tersangka terhadap para aktivis lingkar tambang PT Vale Indonesia oleh Polres Luwu Timur itu mendapat sorotan dari berbagai organisasi masyarakat sipil dan lembaga bantuan hukum yang membentuk aliansi bernama Koalisi Advokasi Masyarakat Lingkar Tambang PT Vale Indonesia.
KAMAR LTVI sendiri telah beberapa kali menggelar unjukrasa karena menganggap penangkapan dan penetapan tersangka terhadap tiga orang aktivis masyarakat adat lingkar tambang PT Vale Indonesia (H alias U, R alias E dan N) merupakan ancaman bagi iklim demokrasi di Sulawesi Selatan.(rls)