SABER, LUWU TIMUR | Kebocoran pipa High Sulphur Fuel Oil (HSFO) milik PT Vale Indonesia Tbk di Kecamatan Towuti, Sulawesi Selatan, kembali mencoreng citra industri pertambangan nasional. Insiden ini tidak sekadar persoalan teknis, tetapi menjadi bukti lemahnya pengawasan lingkungan serta kelalaian perusahaan dalam menjaga standar keselamatan.
Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Sulsel mengecam keras PT Vale dan menyebut kasus ini sebagai bentuk kejahatan ekologis yang tidak bisa ditoleransi.
Dampak kebocoran dinilai serius. Sedikitnya lima desa Lioka, Asuli, Timampu, Patompi, dan Baruga terdampak langsung. Area seluas 38 hektare tercemar, mengancam ekosistem, kesehatan masyarakat, serta perekonomian lokal.
Kandungan belerang tinggi dalam HSFO meresap ke tanah dan air, meninggalkan kerusakan lingkungan yang sulit dipulihkan.
“PT Vale seharusnya menjadikan keselamatan lingkungan sebagai prioritas, bukan hanya mengejar keuntungan,” tegas Arjuna Swara, Sekretaris Wilayah LMND Sulsel.
Respons perusahaan juga menuai kritik. Ketua LMND Sulsel, Adri Fadhli, menilai PT Vale bersikap defensif dengan menyebut insiden ini sebagai sekadar “kecelakaan teknis.” Menurutnya, publik tidak butuh istilah pembelaan, melainkan kepastian hukum.
“Pasal 98 dan 99 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jelas mengatur ancaman pidana berat bagi pelaku pencemaran. Direksi, pengurus, hingga pemilik modal harus bertanggung jawab di depan hukum. Tidak ada kompromi,” tegas Adri.
LMND juga mengingatkan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dapat menjerat pihak-pihak yang lalai hingga membahayakan masyarakat, menyebabkan luka, bahkan kematian.
Kasus ini disebut sebagai tamparan keras bagi pemerintah daerah maupun kementerian terkait untuk memperketat pengawasan sektor pertambangan dan energi. Ironisnya, PT Vale yang sebelumnya menerima penghargaan Proper Hijau dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) justru gagal menjaga komitmen lingkungan.
Selain itu, maraknya aktivitas tambang ilegal di berbagai daerah di Sulawesi Selatan semakin memperburuk situasi. LMND menegaskan, praktik ekstraktif tidak boleh hanya berorientasi pada akumulasi modal, tetapi juga harus memperhatikan aspek sosial dan keberlanjutan lingkungan.
LMND Sulsel menuntut PT Vale melakukan evaluasi menyeluruh, memperbaiki sistem pencegahan kebocoran, dan bersikap transparan kepada publik. Mereka juga mendesak aparat penegak hukum bertindak tegas.
“Tanpa langkah nyata, kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan akan terus terkikis. Kasus ini harus menjadi momentum bagi penegak hukum untuk menunjukkan komitmen mereka dalam menegakkan keadilan lingkungan. Masyarakat Sulsel tidak boleh terus menjadi korban kelalaian korporasi besar,” tutup Adri.(*)