SABER, MAKASSAR | Agen LPG 3 Kg, Maulana Azis yang juga anggota Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI), menegaskan bahwa selisih harga pada penyaluran LPG subsidi 3 Kg tidak boleh dikenakan pajak. Menurutnya, selisih tersebut merupakan biaya transportasi yang menjadi hak agen, bukan objek pajak.
“Dasar pengenaan pajak itu adalah harga jual, bukan biaya transportasi. Sejak awal pembentukan Harga Eceran Tertinggi (HET), komponen transportasi sudah diakomodir untuk agen,” jelas Maulana, Senin (15/9/2025).
Ia memaparkan, program subsidi LPG 3 Kg merupakan penugasan pemerintah pusat untuk menyediakan energi pengganti minyak tanah yang dianggarkan melalui APBN. LPG subsidi diperuntukkan bagi rumah tangga, usaha mikro, petani, dan nelayan sasaran agar subsidi tepat sasaran bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Dalam penyelenggaraannya, kata Maulana, seluruh proses mulai dari perencanaan anggaran, pengawasan, hingga realisasi diawasi pemerintah pusat dan daerah. Bahkan sejak tahap perencanaan di APBN, negara sudah menghitung berapa pajak yang harus dipungut. Pemungutannya dilakukan langsung oleh pemerintah melalui kuasa pengguna anggaran dan BUMN (PT Pertamina).
“Kalau pun dalam mekanismenya ada kekurangan bayar subsidi, itu dianggarkan kembali lewat APBN, bukan ditagih ke masyarakat,” tegas Maulana.
Lebih jauh, Maulana menguraikan bahwa Harga Jual Eceran (HJE) LPG 3 Kg telah ditetapkan sejak 2007 melalui Perpres 104 Tahun 2007. Di dalamnya sudah termasuk PPN, PPh, serta margin Rp1.200. Sementara itu, sejak 2010 agen juga memperoleh transport fee sebesar Rp1.064, jumlah yang tidak pernah berubah hingga kini.
“Kalau HET tidak ditetapkan pemerintah daerah, agen bisa rugi. Sebab biaya operasional terus naik setiap tahun, mulai dari harga BBM, gaji pegawai, hingga perawatan kendaraan,” ujarnya.
Merujuk pada ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), tambah Maulana, biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak boleh dijadikan dasar pengenaan pajak. Hal ini juga ditegaskan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya.
“Putusan MK itu bukan membuat aturan baru, tapi menegaskan perlakuan yang sebenarnya sesuai undang-undang. Jadi selisih harga yang merupakan transportasi agen bukan objek pajak,” pungkas Maulana.(*)







