SABER, PALOPO | (OPINI) Kepemimpinan baru Wali Kota Palopo, Naili yang baru saja memulai masa jabatannya, langsung mencuri perhatian dengan tagline “Palopo Baru Reborn”.
Langkah awalnya, menerbitkan surat edaran tentang gerakan Sholat Duha dan Literasi Al-Qur’an bagi ASN dan pelajar muslim, menunjukkan komitmen untuk memperkuat nilai-nilai moral dan spiritual di tengah tantangan berat yang dihadapi kota berjuluk Idaman ini.
Namun, gebrakan ini perlu diimbangi dengan langkah konkret untuk mengatasi defisit keuangan daerah, banjir dan longsor akibat cuaca ekstrem, harga beras yang melonjak, tumpukan sampah, serta tingkat pengangguran terbuka yang mencapai 7,64% pada Agustus 2024.
Tantangan besar lainnya adalah ketidakpuasan masyarakat terhadap layanan publik, sebagaimana terlihat dari penolakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di berbagai daerah, termasuk kasus Pati.
Penolakan ini bukan sekadar protes, melainkan bentuk pembangkangan sipil akibat minimnya manfaat yang dirasakan masyarakat dari pajak yang mereka bayar. Infrastruktur yang dibangun asal-asalan dan birokrasi yang rumit semakin memperburuk kepercayaan publik.
Naili-Akhmad harus segera membenahi sektor layanan publik dengan memastikan pembangunan infrastruktur yang berkualitas, perizinan yang cepat dan sesuai aturan, serta menghapus praktik pungutan liar (pungli) yang meresahkan.
Angka kemiskinan dan pengangguran yang tinggi, ditambah warisan utang, dugaan kolusi, dan nepotisme, menjadi beban berat bagi kepemimpinan baru ini.
Salah satu sorotan utama adalah pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), khususnya Perumda Tirta Mangkaluku (PAM-TM). BUMD ini kerap menjadi “tempat titipan” karyawan oleh elit tertentu, mencerminkan aroma kolusi dan nepotisme.
Merujuk Permendagri Nomor 23 Tahun 2024, struktur direksi dan dewan pengawas PAM-TM perlu disesuaikan dengan jumlah pelanggan, yang kini hanya mencapai 43.000 pada 2025 jauh dari target pengembangan usaha. Kegagalan direksi dalam mengelola PAM-TM, meski tanpa utang, menunjukkan kurangnya kompetensi dan dugaan konflik kepentingan.
Empat tahun terakhir ini, Publik geram tak ada upaya perbaikan layanan distribusi air dengan nyata. Nyaris tiap hari keluhan pelanggan terdengar, yang ada informasi gangguan yang disampaikan PAM-TM diakhiri permohonan maaf.
Yang secara tidak langsung menunjukkan ketidak mampuan mengurusi layanan dengan baik. Padahal, direksi digaji besar. Penonaktifan direksi yang tidak kompeten dan reformasi tata kelola BUMD harus menjadi prioritas untuk mengembalikan kepercayaan publik dan meningkatkan efisiensi.
Untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Naili-Akhmad perlu meminimalkan kebocoran dengan mengoptimalkan retribusi dari sektor parkir, pasar, dan kesehatan, serta mendorong BUMD menghasilkan pendapatan non-pajak yang signifikan.
Di sisi lain, sektor pariwisata seperti Pantai Labombo, Latuppa, dan Batu Papan harus dikembangkan melalui kemitraan publik-swasta (PPP) yang efisien, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014. Bali dan Yogyakarta dapat menjadi contoh sukses pengelolaan aset daerah yang produktif untuk menarik investasi dan wisatawan.
Penataan ruang kota juga mendesak dilakukan. Pengaturan kawasan, zona, dan nilai properti perlu diperketat, termasuk pengembangan rumah subsidi di pinggiran kota dengan tata bangun yang rapi. Pembangunan di sempadan jalan, tanggul, atau area terlarang harus dilarang keras untuk mencegah banjir dan longsor yang kerap melanda. Selain itu, proses perizinan harus disederhanakan tanpa mengabaikan aturan, dengan waktu penyelesaian yang singkat dan bebas dari pungli.
Naili-Akhmad berada di ujung tombak untuk mewujudkan “Palopo Baru Reborn”. Dengan fokus pada reformasi layanan publik, penguatan BUMD, pengembangan pariwisata, dan penataan ruang kota, Palopo memiliki peluang untuk bangkit dari kejaran utang.
Namun, tanpa tindakan tegas untuk memutus rantai kolusi, nepotisme, dan ketidakefisienan, visi ini hanya akan menjadi slogan kosong. Masyarakat menanti transformasi nyata yang membawa Palopo menuju perubahan yang lebih baik.(*)
Mubarak Djabal Tira