SABER, PALOPO | (OPINI). Penyelidikan Kejaksaan Negeri Palopo terhadap pengadaan incinerator di Rumah Sakit Umum Daerah Sawerigading tahun anggaran 2016 menyoroti urgensi kontinuitas kebijakan dalam pengelolaan aset publik. Alat pembakar limbah medis berbahaya senilai Rp1,2 miliar dari APBD ini tak lagi beroperasi sejak 2022 akibat proses perizinan yang terhenti pasca-pergantian direksi. Fenomena ini mencerminkan tantangan akuntabilitas di sektor kesehatan daerah, yang berpotensi menimbulkan inefisiensi anggaran negara.
Pengadaan incinerator tersebut awalnya berjalan mulus. Dari 2016 hingga 2022, alat ini berfungsi optimal berkat persetujuan teknis dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang telah diurus pendahulu direksi. Namun, pergantian direksi justru menghentikan kelanjutan perizinan operasional.
Direksi baru memilih mitra eksternal untuk pengelolaan limbah, dengan biaya tahunan yang berkali lipat estimasi operasional mandiri. Akibatnya, aset negara teronggok di gudang sejak 2022, sementara RSUD Sawerigading menanggung beban fiskal tambahan.
Bahwa pengadaan Incinerator ini melalui e-katalog, telah memenuhi dasar regulasi, tetapi koordinasi lanjutan terputus. Praktisi hukum Rifai menilai kasus ini sebagai pola klasik di Sulawesi Selatan: pengadaan tanpa jaminan berkelanjutan, yang berulang kali menjerat sektor kesehatan dalam skandal aset tak terpakai.
Penyelidikan Kejari sejak November 2023 terhadap anggaran RSUD 2021–2023 patut diapresiasi. Namun, agar efektif, penyelidikan ini perlu menelusuri kronologi pergantian direksi dan evaluasi mitra eksternal untuk memastikan transparansi penuh.
Untuk mencegah pengulangan, diperlukan reformasi struktural.
Pertama, pengadaan berbasis regulasi berkelanjutan verifikasi izin enam bulan pra-tender, plus klausul transisi direksi.
Kedua, skema hybrid yang mengutamakan aset existing, dengan mitra eksternal sebagai jembatan sementara.
Ketiga, penguatan audit berbasis risiko oleh BPK dan Inspektorat, serta platform digital Kemenkes-KLHK untuk percepatan perizinan. Libatkan masyarakat dalam pengawasan BLUD.
Potensi hilang ini ironis: incinerator yang sempat mandiri kini jadi barang mati, melemahkan efisiensi layanan kesehatan Palopo. Kejari Palopo berjanji laporan berkala ke media, termasuk identitas mitra komitmen ini esensial membangun kepercayaan publik.
Kasus ini bisa jadi titik balik jika lahirkan rekomendasi tegas revitalisasi aset, sanksi administratif, dan tata kelola konsisten. Hanya demikian, anggaran publik benar-benar melayani rakyat, menjadikan RSUD Sawerigading rumah sakit yang sehat dan bertanggung jawab.(*)
Oleh:Mubarak Djabal Tira