SABER, MAKASSAR | Jurnalis Online Indonesia Dewan Pengurus Wilayah Sulawesi Selatan (JOIN Sulsel) kembali mengadakan Literasi Media Chapter 2 di Kafe Baca Jalan Adhyaksa nomor 2 Makassar, pada Sabtu (13/8/2022).
Acara yang bertajuk Diskusi Media, Media Diskusi mengangkat tema “Standard Kompetensi Wartawan” dan didaulat sebagai pemantik adalah Direktur Eksekutif Phinisi Pers Multimedia Training Center (P2MTC) Fredrich Kuen.
Daeng Narang, biasa disapa demikian mengupas tuntas terkait standarisasi kompetensi wartawan dari dua fasilitator badan uji kompetensi yaitu Dewan Pers (DP) dan juga Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Fred membuka pembahasan dengan mengangkat kutipan pernyataan dari wartawan senior Rosihan Anwar yaitu : “Kapanpun zamannya, wartawan harus dituntut kompeten, yakni berwawasan keilmuan, profesional dan beretika, jika tidak maka matilah jurnalisme ini”.
Berarti kompetensi, lanjut Fred adalah sebuah kemampuan yang dibutuhkan dalam melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan yang dilandasi keterampilan, pengetahuan serta sikap kerja.
“Ini berarti kompetensi menyangkut didalamnya minat, pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, terampil dan tanpa kesalahan atau zero eror,” ulasnya.
“Jadi orang yang kompeten secara tidak langsung menjadi profesional karena telah mengetahui tugas dan tanggung jawab serta fokus dan konsisten terhadap profesi atau pekerjaannya,” tambahnya.
Fred juga mengupas terkait persamaan dan perbedaan sistem uji pada Dewan Pers dan BNSP.
Dimana pada DP, bahan uji khusus wartawan, melalui tim wartawan difasilitasi DP. Penyelenggara dari organisasi pers, Perguruan Tinggi dan media. Penguji dari wartawan utama (senior) DP. Sedangkan untuk teknik ujinya meliputi, portofolio, observasi, interview, unjuk kerja, link dan simulasi. Pada DP untuk penyelenggaraan uji dilakukan berkelompok mulai dari wartawan muda, madya dan utama (Uji Kompetensi Wartawan).
Pada BNSP, general untuk semua profesi. Bahan ujinya profesional profesi. Penyelenggara uji yaitu Lembaga Sertifikasi Profesi Pers, Perguruan Tinggi dan Tempat Uji Kompetensi yang ditunjuk. Pengujinya dari dari assessor pers (wartawan). Teknik ujinya yaitu, portofolio, observasi, interview dan unjuk kerja. Untuk pengujiannya dilakukan personal (SKW).
“Dari kedua fasilitator badan uji tadi, elemen kompetensi ada tiga yaitu, pertama, umum : memiliki wawasan sebagai wartawan, kedua yaitu inti elemen, bagaimana memahami tugas wartawan dan terakhir yaitu elemen khusus, dimana ini menyoal keahlian wartawan,” terang Fredrich Kuen yang juga asesor di DP serta BNSP ini.
“Seperti kita dengar pada diskusi chapter pertama Minggu lalu, ada orang yang bukan wartawan tetapi mengantongi kartu kompetensi, itu bukan kesalahan pada DP ataupun BNSP, akan tetapi kepada penyelenggara uji kompetensi dan pengujinya,” tegasnya.
“Untuk itu, apabila ada hal seperti ini, perlu peringatan keras kepada penguji dan penyelenggara uji, cabut izin pengujinya, vakumkan beberapa periode tertentu bagi penyelenggara uji dan bahkan kalau perlu cabut izin penyelenggara uji,” pungkas Ketua Umum DPP Jurnalis Milenial Bersatu Indonesia (JMBI) ini.
Sementara itu, penanggap diskusi dari Pusdiklat JOIN Nasional Zulkarnain Hamson, S.Sos., M.Si memberikan kata kunci yang menarik ketika menjawab soalan dari seorang akademisi Sulwan Dase.
Zulkarnain memberikan ungkapan menarik yaitu, media itu adalah jembatan dari ilmu pengetahuan.
“Ini sejalan dengan kata pak Sulwan dimana beliau mengatakan bahwa media adalah universitas yang paling universal dimana para pendidik itu mengajar di ruang-ruang kelas dan media atau jurnalis mengajar di ruang publik,” singkatnya.
Diskusi semakin menarik, karena wartawan senior sekaligus akademisi Dr. Yahya juga memberikan tanggapan terkait perkembangan media saat ini, dimana sellery bagi wartawan kadang tidak sesuai dengan kerja-kerja jurnalistik mereka.
Demikian halnya pula dengan tanggapan dari Dedi Gunawan Saputra dari PJS (Perhimpunan Jurnalis Siber), dimana dia mengangkat kesulitan dari para jurnalis untuk mengikuti kompetensi wartawan, namun tidak memiliki dana.
“Saya kira itu menjadi persoalan mendasar bagi para jurnalis yaitu menyangkut pendanaan untuk ikut kompetensi wartawan,” tegasnya.
Pada diskusi ini, dari pihak penyelenggara memberikan kejutan dengan pembacaan puisi karya dari moderator Arwan D. Awing berjudul Jangan Sebut Aku Abal-abal.
Menurut salah satu penyelenggara, Acara Literasi Media, Diskusi Media, Media Diskusi ini ini, selain diikuti oleh wartawan dari lintas generasi, juga didukung kurang lebih 25 media partner.
Rencananya, acara ini akan dilakukan secara berkala bertujuan untuk memberikan edukasi dan kemampuan dari para jurnalis, serta meningkatkan kompetensi serta profesionalisme mereka sebagai jurnalis.(*)