Bahaya Media Sosial Bagi Remaja, Bikin Kecanduan, Benarkah?

Iustrasi (ist)

SABER  |  Hampir semua golongan usia seolah tidak bisa lepas dari media sosial, mulai dari orang dewasa hingga anak-anak, termasuk para remaja.

Meski dianggap banyak membantu dalam melakukan beragam aktivitas, penggunaan media sosial juga diketahui bisa menyebabkan kecanduan pada remaja.

Bacaan Lainnya

Berdasarkan observasi, memang lumayan banyak jumlah remaja yang dapat dinyatakan tidak bisa lepas atau kecanduan media sosial (medsos).

Namun, untuk bisa sampai dibilang kecanduan, perlu dilihat lagi definisi yang mengacu pada faktor utama pemicu kecanduan.

Sebagai contoh, dilihat kembali apakah hal yang membuat kecanduan khususnya adalah media sosial, permainan (game), atau gadget secara keseluruhan.

Data ini juga perlu diteliti kembali secara detail. Salah satunya dari penelitian yang dilansir oleh Dinas Kominfo Provinsi Jawa Timur.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Airlangga pada remaja usia 13—25 tahun, diketahui bahwa 83% remaja tersebut kecanduan dan tidak bisa lepas dari medsos.

Riset dilakukan dengan mengkaji bagaimana pengalaman setiap pengguna dalam menggunakan media sosial.

Hasilnya, remaja yang tidak bisa lepas dari media sosial beranggapan bahwa menyampaikan atau mengekspresikan sesuatu melalui media sosial terasa jauh lebih nyaman dibandingkan dengan menyatakan secara langsung kepada orang lain.

Hal ini juga yang diduga menjadi dasar mengapa ada istilah “media sosial mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat”.

Sering bermain media sosial belum tentu dapat dibilang kecanduan. Ini karena ada perbedaan mendasar antara kecanduan dan sering bermain media sosial.

Kata sering lebih merujuk ke arti yang subjektif. Menurut satu orang sering, belum tentu menurut orang lain sering juga.

Untuk dikatakan kecanduan atau tidak bisa lepas dari media sosial, berarti ada sesuatu yang terjadi pada remaja. Salah satu ciri-cirinya yaitu ada gangguan dari kualitas hidupnya.

Saat tidak melihat media sosial, anak yang kecanduan bisa menjadi cemas, waswas, atau terganggu hidupnya (seperti, tidak bisa sekolah, beristirahat, dan beraktivitas dengan baik).

Umumnya, kecanduan medsos pada remaja dipicu oleh efek psikologis yang dialami para remaja. Salah satu penyebab utamanya yaitu pengaruh dari lingkungan di sekitarnya.

Sebagai contoh, jika orang-orang di sekeliling anak aktif bermedia sosial, maka ia akan lebih mudah terpengaruh untuk ikut bermain medsos.

Seperti yang diketahui, media sosial sendiri dirancang untuk membuat seseorang menggunakan layanan di dalamnya secara terus-menerus, baik itu facebook, instagram, twitter, atau medsos lainnya.

Para pembuat media sosial tersebut akan mencari cara agar para pengguna mau berlama-lama di aplikasi mereka.

Jadi, para remaja mungkin awalnya hanya merasa ketertarikan biasa untuk mencoba menggunakan medsos.

Namun di masa remaja ini, anak cenderung masih memiliki kontrol diri yang lemah atau tidak sebaik orang dewasa.

Maka itu, para remaja akhirnya jadi lebih mudah kecanduan atau sulit lepas dari medsos.

Gejala kecanduan media sosial pada remaja biasanya bisa dilihat dari kontrol diri dan kualitas hidupnya.

Seperti contohnya, anak sering bermain medsos, tetapi jika disuruh berhenti, ia bisa dengan mudah berhenti menggunakan medsos dan melakukan aktivitas lainnya.

Ini artinya anak tidak kecanduan medsos karena memiliki kontrol diri yang baik saat menggunakannya.

Namun, jika remaja yang menggunakan medsos justru marah atau bahkan mengamuk saat disuruh berhenti, maka ia bisa diduga telah kecanduan.

Terlebih, jika ia juga mengalami penurunan kualitas hidup, seperti waswas, stres, hingga tidak bisa beraktivitas, beristirahat, atau belajar, saat tidak menggunakan medsos.

Untuk memastikan diagnosis, tenaga ahli, seperti psikolog atau psikiater, akan melihat riwayat kesehatan anak secara keseluruhan, termasuk psikososial anak.

Dampak kecanduan media sosial pada remaja yang paling bisa terlihat yaitu penurunan kualitas hidupnya.

Akibat kecanduan medsos, anak sudah tidak dapat berfungsi dengan baik di kesehariannya.

Anak pun menjadi sulit istirahat sehingga bisa menyebabkan ia lemas, tidak berenergi, dan tidak mampu melakukan aktivitas apapun.

Anak mungkin juga akan lebih sulit makan atau bahkan tidak mau makan sama sekali.(hellosehat*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *