SABER, PALOPO | (OPINI). Sejak ditetapkannya ketua KPK Firli Bahuri oleh penyidik Polda Metro Jaya sebagai tersangka dugaan tindak pidana suap, gratifikasi dan pemerasan. Tidak sedikit masyarakat yang kita saksikan di layar Televisi, riang gembira menyambutnya.
Ambil contoh, Abraham Samad, Bambang Wijayanto, Novel Baswedan mereka menggunduli kepalanya bahkan memboyong gerobak nasi goreng ke depan gedung KPK, mereka makan ramai-ramai sebagai tanda rasa syukur dengan ditetapkannya Ketua Anti Rasuah itu sebagai tersangka.
Apa yang Abraham Samad dan kawan-kawannya lakukan, boleh jadi merupakan (mungkin) bentuk kekecewaan terhadap Firli Bahuri sebab sejatinya tidak melakukan hal-hal yang tercela . Oleh karena, KPK merupakan lembaga terdepan pemberantas korupsi.
Tetapi malah Ketuanya yang terjerat kasus serupa yang (hendak) mereka berantas selama ini.
Namun, itulah siklus dalam kehidupan terkadang saat ini kita yang tersangkakan orang, boleh jadi dikemudian hari kita yang menjadi tersangka.
Hal ini menjadi pelajaran penting, bahwa dalam penanganan sebuah perkara perlu memegang teguh asas kehati-hatian dan profesionalitas.
Jangan menegakkan hukum karena ada kepentingan lain, di luar kepentingan hukum. Sebab semua akan kembali kepada mereka yang berlaku tidak adil.
Selain masyarakat yang riang gembira dengan penetapan tersangka Firli Bahuri, tidak sedikit pula yang membelanya dengan berlindung dibalik asas hukum Praduga tidak bersalah (Presumption Of Innocen) sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu komisioner KPK, Johanis Tanak.
Asas hukum yang satu ini memang sangat familiar dikalangan mereka yang pernah belajar ilmu hukum, tetapi tidak semua memahaminya dengan betul, kapan dan di mana wilayah berlakunya asas Presumption Of Innocen itu.
Selain asas Presumption Of Innocen, juga ada asas Presumption Of Guilt (Praduga Bersalah). Saya contohkan, misalnya Ketua KPK Firli Bahuri sudah ditetapkan sebagai tersangka dan boleh jadi terhadapnya dilakukan penahanan kelak dikemudian hari oleh penyidik Polda Metro Jaya.
Pertanyaannya, Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka lalu (jika) dilakukan penahanan terhadapnya. Itu karena diduga dia salah atau tidak bersalah ? Jawabannya pasti “Ya” dia diduga salah sebab kalau penyidik tidak menganggapnya salah, kenapa dia ditetapkan sebagai tersangka.
Kemudian jika Firli Bahuri dianggap tidak bersalah, boleh jadi nantinya penyidik Polda Metro Jaya menetapkan semua orang yang lewat di depan kantornya sebagai tersangka dan semuanya ditahan.
Jadi, sederhananya bahwa semua orang yang ditahan oleh penyidik, itu karena mereka diduga bersalah.
Sebab untuk apa penyidik menahan orang di dalam rutan kalau diduga tidak bersalah, tentu pasti mereka diduga bersalah.
Demikian halnya dengan penuntut umum, mereka menuntut seorang terdakwa di muka hakim pengadilan. Oleh karena, diduga salah sebab tidak akan dituntut seseorang jika diduga tidak salah.
Sehingga, asas hukum Presumption Of Innocen (Praduga tidak bersalah) wilayah berlakunya di depan hakim pengadilan bukan di ranah penyidikan ataupun penuntutan. Sebab untuk ranah penyidikan dan penuntutan yang berlaku adalah asas hukum Praduga Bersalah (Presumption Of Guilt). Namun demikian, kedua asas itu tidak dapat dipertentangkan. (*)
Oleh : Nurdin