SABER, PALOPO | (OPINI). Beberapa waktu lalu, saya kebetulan mampir di salah satu jalan yang ada di Kota Palopo, yang kebetulan di sana baru saja terjadi perusakan sebuah baliho Bacaleg diduga sengaja dirusak oleh orang yang tidak senang dengan keberadaan baliho tersebut.
Ada kemungkinan baliho Bacaleg itu dianggap cukup mengganggu pengguna jalan yang melintas, di mana kebetulan wilayah tersebut termasuk ramai lalu lalang kendaraan. Namun apapun alasannya merusak adalah pelanggaran hukum.
Akan tetapi yang menarik, sebab saat itu muncul sang pemilik baliho yang baru mengetahui bahwa baliho miliknya telah dirusak dan ditengah kerumunan orang ia berkata “Saya tidak mempermasalahkan baliho itu dirusak, cuma saya sesalkan sebab saya ini aktivis. Boleh saja, teman-teman saya aktivis tidak menerimanya.”
Yang saya garis bawahi dari kalimat Bacaleg itu saat dia berkata “Saya ini aktivis” sebab saya haqqul yakin bahwa dia tidak mengetahui di kerumunan orang itu, ada yang berpendidikan melebihi dari sang Bacaleg dan lebih aktivis.
Dan benar saja, setelah kepergian sang Bacaleg dari lokasi kejadian. Seorang anak muda yang ada di antara kerumunan orang, berbicara singkat, padat dan penuh makna. tentang Bacaleg itu, terakhir dia berkata “Mungkin dia lupa dengan saya atau pura-pura tidak ingat”
Dari tutur kata anak muda itu, terlihat sangat jelas bahwa selain dia berpendidikan juga sudah berpengalaman dalam bidang organisasi melebihi Bacaleg itu, yang mengaku dirinya aktivis. Kalimat sang Bacaleg itu, mengingatkan saya pada sebuah tulisan guru saya.
Kata guru saya, bahwa dalam konteks kehidupan sehari-hari, terkadang kita dipertemukan orang dengan kepribadian yang matang sebagaimana buah mangga sukkara (Pao sukkara) aromanya harum dan menarik, sehingga tidak perlu memperkenalkan diri sebagai mangga.
Oleh karena, aroma kematangannya akan menyebar ke mana-mana secara alamiah. Demikian halnya dengan orang yang benar-benar matang tanpa dia memperkenalkan diri kalau dia matang. Itulah dia anak muda yang ada di antara kerumunan itu.
Berbeda halnya dengan mangga mengkal apalagi masih muda tidak ada aroma sama sekali bahkan kulit buangannya tidak diminati oleh binatang karena tidak menyisakan aroma sama sekali.
Dalam praktiknya mangga yang mengkal biasanya diminati orang-orang tertentu saja. Misalnya, perempuan yang lagi ngidam. Itulah gambaran sang Bacaleg itu.
Oleh karena itu, sebenarnya yang dibutuhkan bangsa dan negara ini khususnya Kota Palopo, bukan mereka yang bicaranya banyak apalagi yang mengaku (merasa) dirinya hebat ibarat Tokek (Tokke) ketika bunyi selalu menyebut dirinya sendiri.
Tetapi yang dibutuhkan adalah calon pemimpin yang bicaranya singkat, padat dan penuh makna, mampu memaparkan visi dan misinya dengan baik, apa yang harus dia kerjakan untuk kemajuan bangsa dan negara ini khususnya Kota Palopo.
Sebab negara ini tidak kekurangan orang pintar, retorika bagus. Namun, pintar (apalagi hanya merasa pintar) saja tidak cukup. Seorang pemimpin yang baik harus mampu menyeimbangkan antara karakter moral dan karakter kinerja. (*)
Penulis : Nurdin (Dosen IAIN Palopo)