SABER, PALOPO | Ajang half marathon yang seharusnya menjadi perayaan semangat hidup sehat, justru berubah menjadi kabar duka.
Terjadi lagi salah seorang peserta dikabarkan meninggal dunia di garis finish pada event run. Kejadian ini memantik keprihatinan mendalam dari Bang Tiwa, seorang penggiat lari asal Palopo, yang menilai bahwa semangat olahraga kini mulai bergeser dari kesadaran menuju gengsi.
Lari itu untuk sehat, bukan untuk mati,” tegas Bang Tiwa. Ia menyoroti banyaknya hobbi lari yang memaksakan diri demi mengejar catatan waktu, tanpa mempertimbangkan kesiapan fisik dan kondisi jantung. Banyak juga yang ingin pacenya lebih cepat, padahal kondisi jantungnya tidak memadai. Jangan sampai hanya demi sepotong medali, nyawa melayang,” ujarnya. Senin (3/11/25).
Menurutnya, olahraga lari bukan sekadar soal kecepatan, tetapi tentang kesadaran dan kendali diri. Jika Anda bukan atlet, jangan memaksa berlari seperti atlet. Larilah dengan ritme, bukan dengan ambisi. Nikmatilah setiap langkah sesuai irama jantung Anda,” pesan Bang Tiwa.
Ia menambahkan, masih banyak peserta yang terjebak dalam euforia dan tekanan sosial di media, hingga lupa tujuan utama dari berolahraga, menjaga kesehatan, bukan mengejar pengakuan. Tubuh itu punya batas. Tanpa latihan cukup, asupan seimbang, dan istirahat memadai, risiko kolaps hingga henti jantung bisa terjadi kapan saja,” jelasnya.
Bang Tiwa berharap pihak penyelenggara dan komunitas lari lebih memperhatikan aspek edukasi keselamatan peserta. Pemeriksaan kesehatan sebelum lomba dan edukasi soal kesiapan fisik perlu menjadi perhatian utama. “Euforia boleh, tapi kesadaran jangan mati. Lari bukan soal siapa tercepat, tapi siapa yang paling bijak mendengarkan tubuhnya,” tutup Bang Tiwa yang juga influencer fitness ini.(*)







